Minggu, 02 Januari 2011

KONSEP HATI DAN JIWA MENURUT AL-QURAN

Disusun oleh;
Syarbini Ibn Ahmad Al-Floresy
(salah satu mahasiswa pondok HNS-UMS)


Mukhadimah
Agama samawi yang teduh selalu menekankan masalah hati dan jiwa sejak jaman adam hingga pembawa risalah kenabian terakhir , nabi muhammad sholallhu’alahi wa sallam estafet ajaran pembenahan hati dan jiwa harus terus bergulir secara reguler.
                     
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (QS. Al-jum’ah/62 : 2)
Dalam kehidupan ini manusia akan selalu tergoda dan terjerembab dalam gangguan iblis dan syaithan serta bala tentaranya untuk menggelamkan umat dalam kubangan kemusyirikan, terperosok jauh dalam kehinaan.
Manusia akan terbebas dari kubangan makhluq. Keyakinan yang dapat terlepas dari politeisme yang disembah. Apabila keyakian sudah mantap dalam hati dan jiwa mereka dengan bersih, suci dan hanyalah terisi dengan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla semata.
Dan dalam bidang lain misalnya da’wah ilallah adalah sebuah kewajiban yang mutlak seorang muslim sejati untuk menuju kesejateraan hidup di dunia dan akhirat. Bila keseorang muslim kehilangan kebeningan hatinya dan ketetentaraman jiwanya. Bagaiman bisa suatu saat rasa hasad, riya, hasud yang akan menghatui keikhlasan, rasa ujub merasuki jiwanya.
Dalam relung kehidupanlain, seorang muslim juga dituntut untuk berproses diri menjadi seorang ahli ibadah. Sehingga setiap ibadahnya dapat mengerakan hatinya yang salim dan jiwa munib. Oleh karena itu membahas konsep hati dan jiwa dan seluk beluk penyebabnya berdasarkan tafsir dan para ulama yang berkompotensi yang berada diatas manhajul mustaqim..

PEMBAHASAN
Konsep Qolb (hati)
Kata Qolb terambil dari akar kata yang bermakna membalik, karena seringkali ia membolak-balik, sekali senang sekali susah, sekali setuju, sekali menolak, ia mat berpotensi untuk tidak konsisten.
Hati sebagai pusat spiritual yang sehat oleh Robert Frager, diibaratkan sebagai radar; yang terus menerus berputar dan mengamati dan mendeteksi dengan cepat, dan tidak pernah terikat pada sesuatu objek – ia terus bergerak dan selalu mencari sasarannya yaitu kebenaran.
“ Wahai teman, hatimu adalah cermin yang mengkilap,Kau harus membersihkan debu yang menutupinya, Karena hati ditakdirkan untuk memantulkancahaya rahasia-rahasia Ilahi.” (Al- Gahazali.)
Menurut Al-Tarmidzi, hati mempunyai 4 (empat) kedudukan atau stasiun, yaitu
(1) Dada (shadr), Bila digambar dengan posisi atau bentuk lingkaran, bagian lingkaran paling luar atau yang radiusnya paling jauh dengan pusat adalah dada (shadr). Dada (shadr) berfungsi mengakomodasi cahaya amaliah dari amalan setiap agama, dan Lapisan keempat dari hati (shadr), yaitu bagian terluar merupakan perbatasan antara hati dan dunia. Diperbatasan inilah tempat segala nafsu-nafsu rendah, buas dan hina berkeliaran Ibarat sebuah rumah lokasi ini adalah pagar-pagar pengaman rumah.
              •          
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. )Al-Hajj: 46(
(2) Hati (qalb), Lapis kedua sebelah dalam adalah hati (qalb), sendiri. Hati (qalb) mengakomodasi cahaya iman. Lapisan kedua yaitu hati (qalb) merupakan rumah itu sendiri, lengkap dengan tembok-tembok yang mengitari beserta jendela-jendela dan pintu-pintu yang terkunci bagi tamu-tamu yang tidak diundang atau tidak diharapkan.
(3) Hati bagian yang dalam (fu’ad) lapis ketiga lebih kedalam adalah fu’ad dan mempunyai fungsi : Fu’ad mengakomodasi /mewadahi cahaya ma’rifat, atau kebenaran spiritual.. Sedang bagian hati lebih dalam Ialah fua’ad, merupakan bilik atau kamar keramat tempat menyimpan benda-benda dan harta pusaka berharga.
(4) Hati bagian yang terdalam (lubb). pusat hati atau lubb. Lubb mempunyai fungsi untuk mewdahi cahaya kesatuan dan cahaya keunikan yang merupakan wajah ilahi. Terakhir bagian terdalam atau lubb, merupakan bagian paling inti, yaitu intinya hati, singgasana tempat dzat ilahi bersemayam, dialah “ Hati Nurani “
                 
''Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-Nya. Maka Allah mengilhamkan kepadanya jiwa (jalan) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan (jiwa itu). Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.'' (QS Asy-Syams [91]: 7-10).
Nurani(lubb) adalah sebuah sifat rohaniah yang mengajak manusia agar berpikir dan berperilaku baik, membantunya berpikir lurus dan mengatakan mana yang benar dan mana yang salah. Salah satu aspek penting dari nurani ini adalah dia ada dalam diri semua orang. Dengan kata lain, apa yang dirasa benar oleh nurani seseorang juga dirasa benar oleh nurani semua orang lainnya, asalkan berlaku kondisi yang sama.
Nurani(lubb) seseorang tidak pernah berbeda dengan nurani orang lain. Alasannya terletak pada sumber nurani itu: dia adalah ilham dari Allah. Melalui Nurani(lubb), Allah membiarkan kita tahu mana sikap dan perilaku baik yang akan menyenangkan-Nya, agar kita ambil.
Dalam ayat di atas, Allah menyatakan Dia telah mengilhamkan kepada nafs (diri) dengan fujur (berbuat dosa, tidak taat, menyimpang, berbohong, berpaling dari kebajikan, berbuat kerusakan, keburukan akhlak). Lawan katanya adalah takwa (gentar dan takut kepada Allah yang mengilhamkan kepada seseorang untuk waspada terhadap perbuatan yang salah dan bersemangat untuk melakukan amal yang disukai Allah). Nurani ini jugalah yang menjauhkan manusia dari perbuatan buruk dan menunjukkan jalan yang benar.
Kita sudah menyadari bahwa hati adalah elemen yang sangat penting dalam kecerdasan spiritual. Bahkan suara kecerdasan spiritualpun berhembus dari suara “hatinurani”(conscience). Ia tak pernah terpengaruh oleh hiruk pikuknya kehidupan kita, dia tidak bisa ditipu oleh siapapun termasuk diri kita sendiri. Dalam menjalani kehidupan ini kita sering berjalan dengan menipu diri kita sendiri, kita tampil dengan kepalsuan-kepalsuan (ingenius), dan kita menjadi diri yang palsu (the false self).
   •    
“Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya.”(QS Ali Imran 167).

Dalam Al-Qur’an lebih dari seratus sepuluh ayat yang menyebutkan dan menerangkan soal hati (qolb) yang paling esensial yang perlu kita perhatkan antara lai sebagai berikut:
1) Hati seseorang menjadi sasaran empuk dari syaitan menjadi hati yang kasar/keras.
Sebagai mana firman allah : “Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, (QS. Al-Hajj/22 : 53)
2) Hati yang bepenyakit tidak atau belum terobati Allah akan menambahkan penyakit yang lain hingga bertambah-tambah. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla : “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-baqarah/2 : 10)
3) Hati yang takabbur (menolak kebenaran dan menghina orang lain) disegel dan ditutup oleh Allah Azza wa Jalla tidak bisa menerima petunjuk. Sebagaimana firman-Nya :“(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka . Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS. Al-Mukmin/40 : 35)
4) Orang–orang yang tidak mau bertadabbur (memikir, mempelajari dan mengambil pelajaran) kepada al-Qur’an hatinya terkunci. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?.” (QS. Muhammad/47: 24)
5) Hati orang yang tidak beriman dan ragu kepada kebenaran senantiasa bingung atau resah. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla : “Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.” (QS. At-Taubah/9 : 45)
6) Rasa memperolok-olok atau mempermainkan atau mempermainkan dan mengabaikan ajaran islam terdapat pada orang-orang yang bergelimang dosa atau kafir. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla : Dan tidak datang seorang rasulpun kepada mereka, melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya. Demikianlah, Kami mamasukkan (rasa ingkar dan memperolok-olokkan itu) kedalam hati orang-orang yang berdosa (orang-orang kafir)” (QS. Al-Hijr/15 : 11-12)
7) Orang-orang tidak mengerti agama, tidak berpikir dan memusuhi islam, mereka lahirnya tampak bersatutetapi hati mereka pecah belah dan bermusuhan antara mereka.
Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla : “Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.” (QS. Al-Hasyr/59 : 14 )
8) Hati orang-orang yang beriman bergetar takut kepada Allah bila namanya disebut. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla :“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal/8 : 2)
Allah memberikan petunjuk kepada hati orang-orang beriman. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla : Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Thaghaabun/64 : 11)
9) Orang-orang yag senantiasa ingat kepada allah hatinya akan tentram Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla : “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-ra’d/ 13 : 28)
10) orang yang mengagungkan syiar agama Allah (memperjuangkannya) pertanda hatinya bertaqwa “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-hajj/22 : 32)
11) Hati yang terkunci karena melakukan dosa besar atau maksiat. “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-muthaffifin/83 : 14)
Sebuah hadis nabi bermaksud,
الا وان في الجسد مضغنة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله الا وهي القلب (رواه مسلم)
“Ketahuilah bahwa dalam jasad itu ada seketul darah (daging), apabila ia bersih, maka akan bersihlah tubuh badan semuanya dan apabila ia rosak (keji) maka akan rosaklah seluruh tubuh itu, Ketahuilah itulah hati” (Muttafaqun `Alaih).
Dalam masyarakat Melayu sering kita mendengar kata-kata seperti ‘Hati Iblis’, ‘Hati Yahudi’, ’Hati Malaikat’ dan seumpamanya. Semua bentuk gelaran hati ini melambangkan keperibadian pemiliknya. Hati yang kotor (keji) boleh menjadi hijab kepada ‘Nur Ilahi’.
Qalbu (hati) terang bercahaya menjadi nur (pelita/cahaya) kepada manusia menempuh jalan baik dan haq. Al-Quran itu sendiri diturunkan menjadi huda lil muttaqin (petunjuk kepada hati yang bertakwa).
Justeru, hati mesti dibersihkan melalui jalan tarbiyyah rabbani ke dalam jiwa mukmin yang mampu dilakukan melalui amal ibadat yang dicontohkan oleh nabi dan sahabatnya serta para tabiin. Al-Quran menegaskan,
“Dan jadikanlah dirimu sentiasa berdamping rapat dengan orang yang beribadat kepada Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang, yang mengharapkan keredaan Tuhan semata-mata; dan janganlah engkau memalingkan pandanganmu daripada mereka hanya kerana engkau mahukan kesenangan hidup di dunia; dan jangan engkau mematuhi orang yang kami ketahui hatinya lalai daripada mengingati dan mematuhi pengajaran kami di dalam al-Quran, serta ia menurut hawa nafsunya, dan tingkah lakunya pula adalah melampaui kebenaran” (surat al-Kahfi: 28).
Hawa adalah kecenderungan nafs kepada syahwat. Ia adalah ciri tingkah laku negatif yang merosakkan kehidupan manusia. Ia menyukai, menyenangi dan merindui terhadap perkara yang dihajati atau dikehendakinya oleh syahwah.
Syahwah adalah kalimat dalam al-Quran yang menggambarkan keinginan insan terhadap keseronokan, kelazatan dan kesenangan (surah Maryam:4). Ia juga bermaksud fikiran tertentu yang cenderung ke arah melakukan kejahatan dan penyelewengan ( An-Nisaa:27) dan syahwah juga bermaksud perilaku terhadap seks ( An-Naml:55).
Untuk mencapai kebahagiaan, kedamaian dan ketenangan hati maka manusia perlulah mengikis penyakit hati yang bersarang di jiwanya.
Setiap orang diantara kita memiliki kondisi hati yang berbeda-beda; sesuai dengan ada-tidaknya penyakit syahwat dan syubhat yang ada di dalam hati. Oleh karena itu, setiap orang harus mempelajari hati, dan penyakitnya agar kelak ia bisa mengobati sebelum hati akut, dan binasa. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- telah membagi hati menjadi tiga jenis:

(1) Qolbun Mayyit (Hati yang Mati)
Hati yang mati adalah hati yang kosong dari semua jenis kebaikan. Setan sudah leluasa untuk melemparkan rasa was-was di dalam dadanya. Karena setan telah mengambil hatinya sebagai tempat tinggalnya, yang dia telah berkuasa penuh didalamnya, dan setan bebas berbuat apa saja di dalamnya. Ini adalah hatinya orang-orang yang kafir kepada Allah, yang tidak memiliki keimanan dan kebaikan sedikitpun disebabkan karena kekafiran dan kesyirikan mereka. Yang kami maksud dengan keimanan di sini adalah keimanan terhadap uluhiyyah (penyembahan hanya kepada Allah semata), bukan keimanan pada rububiyyah Allah saja (meyakini bahwa hanya Allah Pencipta, Pemberi rizki, Pengatur, dan lain-lain). Sebab, kalau hanya mengakui bahwa tidak ada pencipta, pemberi rizki, pengatur selain Allah, maka ini tidaklah cukup. Karena orang-orang musyrikin di zaman jahiliyyah pun menetapkan hal tersebut. Banyak ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang menerangkan hal itu. Allah -Ta’ala- berfirman,
  •               
"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah". Katakanlah, "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui". (QS. Luqman: 25)
Jadi, orang-orang yang musyrik, hatinya kosong dari iman dan kosong dari segala kebaikan, walaupun ia melakukan amalan yang sangat banyak. Para ulama telah bersepakat bahwa tidak satu pun amalan orang kafir yang diterima, berdasarkan firman Allah,
                •   
”Tidak boleh bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah tatkala mereka mempersaksikan kekafirannya. mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya dan mereka kekal di neraka.". (QS.At-Taubah:17).
Konon kabarnya, Ibnu Abbas pernah ditanya, “Sesungguhnya orang-orang yahudi bahwa mereka tidak pernah diganggu setan dalam shalatnya". Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “apa yang dapat diperbuat oleh setan pada hati yang hancur (mati)". [Lihat Shohih Al-Wabil Ash-Shoyyib (hal.52), cet. Dar Ibn Al-Jauziy]

(2) Qolbun Maridh (Hati yang Sakit)
Qolbun maridh adalah hati yang telah disinari dengan cahaya keimanan, telah beriman kepada Allah -Ta’ala- dan menyembah hanya kepada-Nya. Dia telah menyalakan pelita-pelita keimanan di dalam hatinya. Tapi cahaya pelitanya kurang terang sehingga masih ada sisi hatinya yang masih gelap, dipenuhi oleh kegelapan syahwat dan badai-badai hawa nafsu. Maka setan mempunyai tempat keluar-masuk pada hati tersebut, sehingga berlangsunglah peperangan (kadang ia menang dan kadang ia kalah). Di antara mereka ada orang yang sering menang atas musuhnya dan terkadang sebaliknya. Inilah hati yang berpenyakit; dia masih mempunyai keimanan, kenal dengan tauhid, tapi ia melakukan maksiat dan dosa-dosa besar. Padahal maksiat itulah yang mendatangkan kegelapan pada hatinya. Kadar kegelapan itu tergantung kepada kadar maksiat yang dikerjakan. Semakin besar maksiat tersebut, maka akan semakin besar pula kegelapan yang akan meredupkan cahaya keimanannya. Hati yang seperti ini masih bisa terobati dengan resep-resep yang bisa menyehatkan hatinya. Tapi juga terkadang tidak bisa lagi mengambil manfaat dari terapi dan obat yang diberikan kepadanya, kecuali sedikit saja. Bahkan terkadang penyakitnya semakin bertambah parah sehingga hati yang sakit terkadang menjadi mati. Na’udzu billahi min dzalik.
Allah -Ta’ala- berfirman,
يَكْذِبُونَ كَانُوا بِمَا أَلِيمٌ عَذَابٌ وَلَهُم مَرَضاً اللّهُ فَزَادَهُمُ مَّرَضٌ قُلُوبِهِم فِي
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta". (QS. Al-Baqoroh: 10).

(3) Qolbun Salim (Hati yang Sehat)
Qolbun Salim adalah hati yang dipenuhi oleh keimanan, hatinya telah bersinar dengan cahaya keimanan, telah hilang darinya badai-badai syahwat, telah dilepaskan darinya kegelapan-kegelapan maksiat. Cahaya itu sangat terang di dalam hatinya. Seandainya bisikan dan godaan mendekat kepadanya, maka godaan tersebut akan terbakar. Oleh karena itu, hati seperti ini diperumpamakan seperti langit yang dijaga oleh bintang-bintang. Seandainya ada setan mendekat ke langit untuk mencuri berita, maka akan dilemparkan bintang-bintang itu kepadanya, dan setan akan terbakar. Tidaklah kehormatan langit itu, lebih besar daripada kehormatan hati seorang mukmin. Penjagaan Allah terhadap hati yang seperti ini adalah penjagaan yang lebih sempurna daripada penjagaan kepada langit, sebab langit adalah tempat beribadahnya para malaikat, tempat tinggalnya wahyu, dan di dalamnya ada cahaya-cahaya ketaatan dari para malaikat. Tetapi hatinya seorang mukmin adalah tempat tinggalnya tauhid, cinta kepada Allah -Ta’ala-, pengenalan kepada Allah, penghambaan kepada-Nya; semuanya itu memiliki cahaya-cahaya. Maka tentunya penjagaan dari makar-makar musuh (setan) terhadap hati seorang mukmin lebih pantas lagi. [Lihat Shohih Al-Wabil (hal. 51)]
Setelah kita mengetahui jenis-jenis hati ini, maka kita akan tahu kondisi hati kita masing-masing. Apabila hati anda sakit, maka jangan engkau biarkan dia semakin parah sakitnya. Namun, obatilah dia dengan taubat dan menjaga diri dari dosa, jangan sampai karena lamanya dia sakit yang menyebabkan hati mati. Lantaran itu, ia mendapatkan azab yang pedih.
Ibnul Qayyim-rahimahullah- berkata, “Tidak ada azab yang dikenakan kepada seorang hamba yang lebih besar daripada hati yang keras dan jauh dari Allah -Azza wa Jalla-". [Lihat Al Fawa'id (hal. 97), cet. Darul Kutub]
Oleh karena itu, lunaknya hati dan cucuran air mata disaat mendengar dan membaca Al-Qur’an adalah ciri-ciri kaum salaf -radhiyallahu ‘anhum-(Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ,dan para sahabatnya). Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
       •                            
"Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata, "Maha Suci Tuhan kami, Sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". (QS. Al-Israa’: 107-109).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah- berkata, "Sesungguhnya sesuatu yang terjadi berupa terenyuhnya hati, air mata menetes dan tubuh yang merinding di saat mendengar ayat-ayat Allah atau dzikir-dzikir yang disyari’atkan, maka ini adalah seutama-utama keadaan yang telah disebutkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah”. [Lihat Majmu' Al-Fatawa (22/522)]

Allah –Subhaana wa Ta’ala- berfirman,
 •     •                              
"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah. Dengan Kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin pun". (QS.Az-Zumar: 23)
Allah – Subhaana wa Ta’ala – berfirman,
وَبُكِيّاً سُجَّداً خَرُّوا الرَّحْمَن آيَاتُ عَلَيْهِمْ تُتْلَى إِذَا
"Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis". (QS. Maryam: 58)
Ahli Tafsir Negeri Andalusia, Al-Imam Al-Qurthubi-radhiyallahu ‘anhu- berkata, ”Di dalam ayat ini terdapat bukti bahwa ayat-ayat Allah punya pengaruh terhadap hati”. [Lihat Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (11/111)]
Saudaraku, ikutilah jejak-jejak orang-orang shalih dan orang-orang terbaik dari kalangan umat ini. Bila salah seorang dari mereka melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang neraka, terasa akan copot hatinya, karena takut kepada neraka dan ngeri tentang siksanya. Bila mereka melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang surga dan kenikmatannya, terasa persendian mereka gemetar, karena khawatir akan diharamkan untuk merasakan kenikmatan yang kekal itu. Dua keadaan inilah yang memberikan pengaruh hingga meneteslah air matanya dan khusyu hatinya.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sendiri telah menganjurkan umatnya untuk khusyu’, menghinakan diri dan menangis saat membaca Al Qur’an, karena takut kepada Allah -Ta’ala-.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
اللهِ سَبِيْلِ فِيْ تَحْرِسُ اتَتْبَ نٌ وَعَيْاللهِ خَشْيَةِ مِنْ بَكَتْ عَيْنٌ:النَّارُ تَمَسُّهُمَا لاَ نِ اعَيْنَ
“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah”. [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (1639). Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Al- Albany dalam Takhrij Al-Miskah (3829)]
ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝﺍﷲ ﺻﻠﻰﻟﻪﻋﻠـﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ إﻥ ﺍﷲ ﻻﻳﻨﻈﺮ : ﻋﻦ ﻋﺒﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲﺍﷲ ﻋـﻨﻪ ﻗﺎﻝ
ﻛﻢ ﻭﻋﻤﻮﺍ ﻟﻜﻢ ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻨﻈﺮ إﻟﻰ ﻗﻠﻮﺑﻜﻢ ﻭﻋﻤﺎﻟﻜﻢ إﻟﻰﺻﻮﺭ
٢٥٦٤ ﺍﻭﺭﻗﻢ ﴾/١١/۸ ﴿ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
Dari Abu Hurairoh Rdhiallahu’anhu berkata; Rosulullah shollahu’alahi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta-harta kamu tetapi hati dan amal perbuatan kamu.” (HR. Muslim 8/11)

Konsep Nafs ( Jiwa )
Kata nafs digunakan Al-Qur’an untuk menyebut manusia sebagai totalitas, baik manusia sebagai makhluk yang hidup di dunia maupun manusia yang hidup di alam akhirat. Surat Al-Ma’idah/5: 32, misalnya menggunakan nafs untuk menyebut totalitas manusia di dunia, yakni manusia hidup yang biasa membuat kerusakan dimuka bumi, tetapi pada surat Yasin/36:54, kata nafs di gunakan untuk menyebut manusia di alam akhirat. Nafs digunakan untuk menunjukan kepad ‘ diri Tuhan sebaaiman firman Allah: Allah mewajibkan atas dirinya menganugerahkan rahmat (QS. Al-An’am/5: 12)
Oleh karena itu Kami tetapkan (sesuatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً (Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya …(QS. Al-Mai’dah / 5:32)).
تَنزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ Maka pada hari ini seseorang tidak akan dirugikan sedikit pun dan kamu tidak di balasi, kecuali apa yang telah kamu kerjakan (QS. Yasin/36: 5)
Penggunaan nafs untuk menyebut totalitas manusia juga dapat dijumpai pada surat Al-Baqarah/2: 61 dan 123, Yusuf/12: 54, Al-Dzariyat/52: 21, dan Al-Nahl/16: 111. dari panggunaan term nafs untuk menyebut manuia yang hidup dialam dunia maupun ialam akhirat malahirkan pertanyaan tentang pengertian totalitas manusia. Sebagaimana yang sudah menjadi pemahaman umum bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua dimensi, yaitu jiwa dan raga. Tanpa jiwa sengan fungsi-fungsinya manusia dipandang tidak sempurna, dan tanpa jasad, jiwa tidak dapat manjalankan fungsi-fungsinya. Surat Yasin/36:54 mengisyaratkan adanya paham eskatologi dalam Al-Qur’an, yakni bahwa disamping manusia hiup di alam dunia, ada dua lain, yakni alam akhirat dimana manusia nanti harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia. Jadi totalitas manusia menurut Al-Qur’an bukan hanya bermakna manusia sebagai makhluk dunia, tetapi juga sebagai makhluk akhirat, yakni manusia juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti di alam akhirat.
Petanyaan selanjutnya adalah bagaimana wujud kehidupan nafs di akhirat di banding dengan kehidupan di alam dunia. Alam dunia bersifat materi, dan keberadaan manusia di alam dunia juga bisa didekati dengan ukuran-ukuran materi dalam hal ini dengan panca indra meski di sisi lain manusia juga memiliki kehidupan spirituial. Alam akhirat bukan alam materi, oleh karena itu tolok ukur alam akhirat berbeda dengan tolok ukur alam dunia. Bagaimana manusia hidup di dunia sudah diketahui oleh ilmu pangetahuan, sedang bagaimana manusia hidup di alam akhirat hanya bisa didekati dengan keyakinan.

Menurut Al-Qur’an, di Alam akhirat nanti, Nafs akan dipertemukan dengan badannya.
Surat Al-Takwir/81: 7 berbunyi: (Dan ketika nafs-nafs itu dipertemukan {dengan badannya}). Kebanyakan tafsir, misalnya tafsir Al-maraghi menafsirkan kalimat zuwwijat dengan arti dipertemukan dengan badannya. Penafsiran ini menunjukan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di Alam akhirat manusia juga memiliki anggota badan. Surat Yaasin/36: 65, misalnya berbunyi: Pada hari ini kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan (QS. Yasin/36: 65).
Jika nafs diakhirat nanti akan dipertemukan dengan badanya, pertanyaan yang timbul apakah badan yang lama, yang telah hancur menjadi tanah, atau badan baru yang dirancang untuk hidup di Alam rohani. Ditinjau dari kekuasaan Allah SWT, maka mempertemukan nafs dengan badannya bukanlah masalah, karena seperti dipaparkan surat Yasin/36: 79 Allah SWT berkuasa menghidupkan yang mati sebagaimana berkuasa menghidupkan pada kali pertama. Selanjutnya hal itu kembali kepada keimanan dan kenyakinan. Pengertian totalitas manusia juga bermakna bahwa manusia memiliki sisi luar dalam Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa nafs juga merupakan sisi dalam manusia. Emosi seperti marah, takut, serakah, bukan berasal dari hati, itu berasal dari Diri-rendah, nafs-rendah (al-nafs al-ammarah). Bila kita kita berbicara mengenai “hasrat hati” sering kita jumbuhkan atau campur adukkan dengan “hasrat nafsu” Itu keliru. Nafs/nafsu hanya tertarik pada keserakahan duniawi dan melupakan pengawasan Tuhan. Sedang hati hanya tertarik kepada Tuhan dan hanya mencari kenikmatan dari Tuhan.
Sesungguhnya kesejahteraan, kedamaian dan kebaikan jiwa insan mukmin itu bergantung kepada tazkiyyah al-nafs. Nafsu pada hakikatnya adalah penggerak tingkah laku yang cenderung kepada sama ada kebaikan atau kejahatan. Allah mengilhamkan kepada jiwa insan itu dua ilham – ilham berbentuk fujur iaitu jalan yang membawa insan ke arah kesejahteraan dan ilham berbentuk takwa iaitu jalan yang membawa manusia ke arah kebaikan dan amal soleh.
Dua bentuk jalan ini terkandung dalam firman Allah SWT yang bermaksud, “Demi diri manusia dan yang menyempurnakan kejadiannya serta mengilhamkannya (untuk mengenal) jalan yang membawanya kepada kejahatan, dan yang membawanya kepada bertakwa.
Sesungguhnya berjayalah orang menjadikan dirinya yang sedia bersih bertambah-tambah bersih (dengan iman dan amal kebajikan), dan sesungguhnya hampalah orang yang menjadikan dirinya yang sedia bersih itu susut dan terbenam kebersihannya dengan sebab kekotoran maksiat “ jiwanya” (surah Asy-Syams:7-10).
Menurut Iman al-Ghazali, proses penyucian diri (tazkiah al-nafs) untuk mencapai tahap nafsu yang diredai seperti tahap nafsu di atas dapat diperoleh melalui jalan ilmu dan beramal. Tazkiyyah al-nafs mengandungi dua keadaan iaitu membebas (mengosongkan) diri dari sebarang sifat mazmumah (keji) mengisi (menghiasi) jiwa dengan sifat mahmudah (mulia).
“Kemudian Kami jadikan al-Quran itu diwarisi oleh orang yang kami pilih dari kalangan hamba kami; maka di antara mereka ada yang berlaku zalim kepada dirinya sendiri (dengan tidak mengindahkan ajaran al-Quran), dan di antara mereka ada yang bersikap sederhana, dan di antaranya pula ada yang mendahului orang lain dalam berbuat kebajikan dengan izin Allah.Yang demikian itulah limpah kurnia yang besar dari Allah semata-mata” (surah Fathir:32).
Bahwa potensi positif lebih besar dari pada potensi negatif dipahami sebagaian pakar bukan saja dari adanya fitrah keberagamaan seperti yang dikemukakan diatas. Tetapi juga diilustarasikan oleh Al-Qur’an, antara lain:
             
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah/2: 286)
Kata “kasabat” yang terdapat pada ayat ini menunjukan kepada perbuatan baik, sehingga memperoleh patron yang digunakan untuk menunjukan kepada hal-hal yang sulit dean lebih berat.
           
“Hai manusia, apakah yang Telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang Telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang,” (QS. Al-Infithar: 6-7)
Kata “fa’adalak” dipahami oleh Yusuf Ali sebagai kecendrungan berbut adil. Orang yang adil tidak akan mendapat kecaman dari Allah.

Berdasarkan ayat ini Syeikul Islam Ibnu Taimiyyah membahagikan manusia kepada tiga darjat kedudukan:
1. Golongan Zhalimun Linafsih iaitu golongan yang sentiasa menzalimi dan menganiaya dirinya. Mereka adalah golongan yang derhaka kepada Allah SWT, meninggalkan perintah (suruhan dan larangan) serta mengerjakan kejahatan (kemungkaran).
2. Golongan Mukhtasid iaitu golongan manusia darjatnya pertengahan dengan sifatnya cermat, berhati-hati dengan melaksanakan kewajipan dan menjauhi laranganNya.
3. Golongan Sabiqun Bil-Khairat iaitu golongan yang sentiasa aktif dan proaktif dalam melakukan dan mengerjakan kebaikan. Golongan ini tinggi kerohaniannya di mana mereka tidak hanya menunaikan kewajipan, sebaliknya melakukan amalan sunat, tetap istiqamah melaksanakan perintah (suruhan dan larangan) serta meninggalkan perkara yang syubhat dalam kehidupannya.

Dalam Al-Qur’an ada bebarapa ayat yang menyebutkan dan menerangkan soal jiwa (nafs) yang paling esensial yang perlu kita perhatikan antara lai sebagai berikut:

1. Nafsu amarah
Inilah nafsu yang tercela mengajak Kepada keburukan itu memAng tabiatnya tidak ada seorangpun yang bdapat selamat dari kejahatan selain orang-orang yang menadapat taufiq dari Allah azza wa Jalla Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla :
     • • •       •    
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Dalam Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf/12 : 53)
Al-Fudhail Bin Iyadl berkata : “Jauhilah olehmu duduk dengan orang yang dapat merusak hatimu, dan jangan duduk dengan pengekor hawa nafsu, karena sesungguhnya saya khawatir kamu terkena murka Allah.” [Al-Ibanah 2/462-463 no. 451-452]

2. Nafsu Lawwamah. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla :
  •  
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)’ (QS. Al-Qiyaamah/75 : 2)
Menyesali diri sendiri: Bila ia berbuat kebaikan ia juga menyesal kenapa ia tidak berbuat lebih banyak, apalagi kalau ia berbuat kejahatan. Menyesali dirinya sendiri dan sesungguhnya berjuang mengerjakan kebaikan dan wajib bersumpah untuk tidak melakukannya lagi, kemudian membangkitkannya, berubah kepadanya.

3. Nafsu Muthmainnah:
Nafsu tenang dan tentram dengan dzikirullah tunduk kepadanya, rindu akan perjumpaannya serta jinak kala dekat dengannya. Sebagaimana firman Allah Azza wa jalla :
 • • 
“Hai jiwa yang tenang.” (QS. Al-Fajr/89: 27)
Menurut tafsir Jalalain Ialah tanda-tanda orang yang beriman. Sedangkan qotadah seorang yang mukmin memiliki nafsu yang tenang dengan apa yang dijanjikan oleh Allah tenag di pintu ma’rifah terhadap asma wa sifatNya dengan berdasarkan kabar darinyaberupa Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.89:27 turun berkenaan dengan Hamzah (yang gugur sebagai syahid). (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Buraidah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Nabi saw. bersabda: "Siapa yang akan membeli sumur Rahmat untuk melepaskan dahaga. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosanya." Sumur itu dibeli oleh Utsman. Nabi saw. bersabda: "Apakah engkau rela sumur itu dijadikan sumber air minum bagi semua orang?" Utsman menyetujuinya. Maka Allah menurunkan ayat ini (S.89:27) berkenaan dengan Utsman. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Juwaibir dari ad-Dlahhak yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Lebih-lebih Al-Qur’an mengisyaratkan yang terdapat dalam wadah nafs bukan idea atau pengetahuan yang disadari serta serta kehendak ruhani, tetapi menampung pengetahuan yang ter/dipendam yang tidak lagi disadari oleh pemiliknya karena dibawah sadarnya. Sebagaimana allah berfirman :
       
”Dan jika kamu keraskan ucapanmu, maka sesuangguhnya dia mengetahui rahasia dan yang telah tersembunyi”. (QS. Thaha: 7)

PENUTUP
Manusia dalam pandangan Al-Qur’an sebagai makhluk yang mulia. Yang dilengkapi diantara kelengpan ini adalah Nafs dan Qolb. Pada keduanya tersebut terdapat keunggugulan yang mampu berintereaksi sesuai dengan kehendak dan keinginan masing-masing. Oleh karena fungsi dan daya gunanya dari masing masing kedua organ tersebut dapat dikatakan memiliki peranan yang berbeda-sesuai dengan situasi dan peran dimana manusia sebagai makhluk yang sempurna tidak bisa terlepas dari kesalahan yang dapat ia perbuata apakah ia kan jatuh dalam kehisdupan durjana apakah ia kembali menjadi makhluq yang mulia disisi Allah Azza Wa Jallah.
Orang-orang yang memiliki hati dan jiwa suci dalam keimanan kepada Allah SWT akan selalu sukses dalam melaksanakan beban taklif yang Allah perintahkan kepada mereka dan balasan mereka tidak lain adalah Surga yang abadi. Sebagaimana Allah SWT berfirman: QS. Thaha ayat 76: “(yaitu) surga `Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan)”


Daftar –Pustaka
1) Al-’Alamah Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Muhalli dan Al-’Alamah Jalaluddin Abbdirrahman bin Abi Bakr As-Suyuthi. Tafsir Jalalain. Darul Qutub. Beirut-Libanon.
2) Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317
3) Tafsir al-Qur’an digital Versi 2.0 Freeware © Hak cipta hanya milik Allah swt.
4) Hamka, Prof. Tafsir Al-Azhar juz
5) Ibnu A’roby. Tafsir Ahkam Al Qur’an
6) Al-Ustadz Abu Karimah. Askari bin Jamal Al-Bugisi, Tafsir Syariah. Al-Qur`an Obat Segala Penyakit., 27 - Juli – 2006
7) atsar-atsar Ibnu Mas’ud dan Fudhail bin Iyadh yang diambil dari Lamurud Durri Al Mantsuri Hiina al Qaul al Ma’tsur, karangan Abu Abdillah Jamal bin furaihan al Haritsy, edisi Indonesia :Kilauan Mutiara Hikamah Dari Nasihat Salaful Ummah , tarjim: Idral Harits, Penerbit Pustaka As Salaf ,cet 1 Juli 1998
8) Abu Umar Basyir. Suci Hati Bersama Nabi sholallahu’alahi wa sallam. Al-QOWAM. Pakis Cemani Baru. Sukoharjo. 2005
9) http://agussyafii.blogspot.com
10) Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 83 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel.
11) "The Basic Concepts in The Qur'an" karya Harun Yahya www.harunyahya.com. Terjemahan Al-Qur'an dikutip dari "Terjemah dan Tafsir Al-Qur'an" susunan Bachtiar Surin terbitan Fa. SUMATRA Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar