Disusun oleh;
Achmad Noor Syaifuddini
(salah satu mahasiswa pondok HNS-UMS)
A. Pendahuluan
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Islam yang sempurna dan iman yang sempurna adalah dua hal yang serupa. Di mana, pengertian Islam yang sempurna masuk ke dalamnya Islam atau penyerahan hati dan anggota tubuh. Dan iman yang sempurna termasuk pula ke dalamnya pembenaran hati dan anggota tubuh. Karena itu terdapat firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 35-36 yang mengatakan:
Lalu kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah [1421] dari orang yang berserah diri.
[1421] rumah nabi Luth dan keluarganya.
Di sini diungkapkan bahwa orang-orang mukmin adalah orang-orang muslim. Jadi iman yang sempurna sama dengan Islam yang sempurna. Namun begitu, Islam mempunyai pengertian lebih lengkap yang mencakup kepatuhan, bukan hanya pembenaran.
Islam di sini adalah dalam bentuknya yang sempurna. Islam dalam bahasa arab berarti tunduk dan patuh. Bukan setiap Islam adalah iman. Tapi setiap iman adalah Islam. Sebab, orang yang beriman kepada Allah, maka ia akan tunduk, patuh dan berserah diri kepada Allah.
B. Pembahasan
Pada ayat 186 dalam surat al-Baqarah diatas, kata ‘ibadi/ hamba-hamba-Ku adalah bentuk jamak dari kata ‘abd. Kata ‘ibad biasa digunakan al-Qur’an untuk menunjuk kepada hamba-hamba Allah yang taat kepada-Nya atau kalaupun mereka penuh dosa tetapi sadar akan dosanya serta mengharap pengampunan dan rahmat-Nya. Pemilihan bentuk kata ibad serta penisbatannya kepada Allah (hamba-hamba-Ku) mengandung isyarat bahwa yang bertanya dan bermohon adalah hamba-hamba-Nya yang taat lagi menyadari kesalahannya itu.
Anak kalimat seorang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku menunjukkan bahwa bisa jadi bahwa seseorang yang bermohon tetapi dia belum lagi dinilai berdoa oleh-Nya. Yang dinilai-Nya berdoa antara lain adalah yang tulus menghadapkan harapan hanya kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya, bukan juga yang menghadapkan diri kepada-Nya bersama dengan selain-Nya.
Hendaklah mereka memenuhi (segala perintah)-Ku, mengisyaratkan bahwa tang pertamadan utama dituntut dari setiap yang berdoa adalah memenuhi segala perintah-Nya. Ini diperingatkan juga oleh Nabi saw. yang menguraikan keadaan seseorang yang menengadahkan ke langit sambil berseru, “Tuhanku, Tuhanku! (perkenankan doaku), tetapi makanan yang dimakannya haram, pakaian yang dikenakannya haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan doanya?”
Selanjutnya, ayat di atas memerintahkan agar percaya kepada-Nya. Ini bukan saja dalam arti mengakui keesaan-Nya, tetapi juga percaya bahwa Dia akan memilih yang terbaik untuk si pemohon. Dia tidak akan menyia-nyiakan doa itu, tetapi bisa jadi Allah memperlakukan si pemohon sepertiseorang ayah kepada anaknya. Sekali memberi sesuai permintaannya, namun memberi sesuatu yang lebih baik dimasa mendatang. Kalau tidak di dunia, maka di akhirat kelak. Karena itu percayalah kepada Allah dan camkanlah sabda Nabi Muhammad saw., “berdoalah kepada Allah disertai dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan memperkenankan”. Itu semua agar kamu dapat mengetahui jalan yang terbaik serta bertindak tepat, baik menyangkut soal dunia maupun akhirat.
Dalam Syarah Hadits Arba’in no 2, malaikat Jibril bertanya tentang Ihsan kepada nabi Muhammad saw., dijawab oleh nabi, Ihsan adalah “engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Intinya hadits ini merujuk kepada kekhusyukan dalam beribadah, menunaikan hak-hak Allah serta menyadari pengawasan Allah terhadapnya, juga merasakan keagungan dan kebesaran Allah di saat menjalankan ibadah.
Dalam pembahasan berikut ini, akan dijelaskan mengenai unsur-unsur untuk bertaqarub kepada Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya dalam QS Asy-Syuura ayat 13:
13. Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
[1340] yang dimaksud: agama di sini ialah meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.
Dalam ayat tersebut Allah mewasiatkan kepada para nabi-Nya serta memberi kabar bahwa, agama itu adalah media yang bisa membawa hamba-Nya yang taat bertemu dengan Allah.
1. Yang pertama yaitu dengan beriman kepada Allah, sesuai dengan firman-Nya:
• •
62. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin (orang-orang yang mengikuti syari'at nabi-nabi zaman dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah (orang-orang mukmin begitu pula orang Yahudi, Nasrani dan Shabiin yang beriman kepada Allah termasuk iman kepada Muhammad s.a.w., percaya kepada hari akhirat dan mengerjakan amalan yang saleh, mereka mendapat pahala dari Allah), hari Kemudian dan beramal saleh (perbuatan yang baik yang diperintahkan oleh agama islam, baik yang berhubungan dengan agama atau tidak), mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
2. Yang kedua beriman kepada kitab Allah
• •
68. Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
3. Yang ketiga beriman kepada Rasul dan hari akhir
• •
136. Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya.
4. Yang keempat menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah
• •
55. Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Dalam al-qur’an surat al-baqarah ayat 21 Allah SWT berfirman:
••
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Tiga macam sikap manusia yang disebutkan di atas: orang bertakwa, kafir, dan munafik, kesemuanya diajak oleh Allah. Wahai seluruh manusia yang mendengar panggilan ini beribadahlah, yakni tunduk, patuh dengan penuh hormat, dan kagumlah kepada Tuhan kamu sang pemelihara dan pembimbing, karena Dialah yang menciptakan kamu dan yang sebelum kamu.
Ibadah adalah suatu bentuk kepatuhan dan ketundukan yang berpuncak kepada sesuatu yang diyakini menguasai jiwa raga seseorang dengan penguasaan yang arti dan hakikatnya tidak terjangkau. Karena itu, ketundukan dan kepatuhan kepada orang tua atau penguasa tidak wajar dinamai ibadah.
Ada tiga hal yang menandai keberhasilan seseorang mencapai hakikat ibadah.
a. Orang yang beribadah tidak menganggap apa yang berada dalam genggaman tangannya adalah milik pribadi, tetapi milik siapa yang kepada-Nya dia beribadah.
b. Segala aktivitas hanya berkisar pada apa yang diperintahkan, serta menghindar dari apa yang dilarang.
c. Tidak memastikan sesuatu untuk dia laksanakan, kecuali dengan mengaitkannya dengan kehendak siapa yang kepada-Nya dia mengabdi.
Dalam ayat tersebut, Allah menampakkan betapa besar kasih sayang-Nya kepada makhluk, khususnya manusia. Walaupun pendurhaka telah melampaui batas, namun mereka masih diajak.
Orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah, dia dengan senang hati akan menjalankan apa yang diperintahkan Allah kepada dirinya, seperti:
Membaca kitab, mendirikan sholat, dan berinfak.
Allah berfirman dalam surat Faathir ayat 29:
•
29. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
Allah Ta’ala memberitahukan hal ihwal kaum mukmin yang membaca Kitab-Nya dan mengamalkan isinya, misalnya dengan mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka pada saat-saat yang telah disyariatkan baik siang maupun malam, ”secara diam-diam dan terang-terangan, mereka mengharapkan perniagaan yang tidak merugi”, yakni mengharapkan pahala yang pasti diperoleh dari sisi Allah Ta’ala, karena Al-Qur’an menyatakan kepada pembacanya: setiap pembaca bagaikan pedagang yang memiliki kesempatan untuk mengamalkan setiap kandungannya dalam aneka perdagangan.
Pada ayat 261 Allah berfirman:
•
261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat ini berpesan kepada yang berpunya agar tidak merasa berat membantu, karena apa yang dinafkahkan akan tumbuh berkembang dengan berlipat ganda.
Perumpamaan keadaan yang sangat mengagumkan dari orang-orang yang menafkahkan harta mereka dengan tulus di jalan Allah, adalah serupa dengan keadaan seorang petani yang menabur benih. Sebutir benih yang ditanamnya menumbuhkan tujuh butir, dan pada tiap-tiap butir terdapat seratus biji. Dengan perumpaan yang mengagumkan itu, ayat ini mendorong manusia untuk berinfak.
Ayat ini menggandengkan kewajiban taat kepada Rasul dengan taat kepada Allah. Penggandengan itu terbaca dengan jelas, dengan tidak diulanginya kata “taatilah”. Perintah menaati Rasul saw. semacam ini dipahami sebagai perintah menaati-Nya dalam hal-hal serupa dengan apa yang diperintahkan oleh Allah swt. Dengan menaati Allah dan rasul-Nya, kamu baik perorangan maupun kelompok, diharapkan mendapat rahmat dan kasih sayang. Rahmat dan kasih sayang itu tidak dijelaskan oleh ayat ini siapa yang mencurahkannya, agar pikiran dapat mengarah ke semua pihak dan tentu saja dari sumber segala sumber rahmat, yaitu Allah swt.
C. Penutup
Sebagai penutup dari makalah ini, penulis memberikan salah satu cara untuk menghindar dari berbagai keburukan adalah dengan menjadikan para penduduk negeri ini sebagai orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, sebagai kekasih Allah, yang senantiasa melakukan aktifitas taqarrub, pendekatan diri kepada Allah melalui pelaksanaan berbagai kewajiban, serta bentuk-bentuk ketaatan lain seperti meninggalkan larangan-larangan Allah. Dengan kata lain, kita harus mencetak peribadi-peribadi yang memiliki karakter sebagai orang yang beriman sekaligus beramal shalih, yang menjalani semua sendi kehidupan dengan syariat Islam, mulai dari ibadah, muamalah (di bidang ekonomi, politik, hukum, pemerintahan, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya) serta akhlak. Dan, hal itu hanya bisa diwujudkan melalui pelaksanaan syariat Islam secara kaffah oleh negara. Dengan begitu, rahmat, barakah dan pertolongan akan senantiasa diberikan Allah kepada kita. Amin, Ya Rabbal Alamin. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Ar-Rifai, Nasib. 1989. Kemudahan Dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3. Jakarta: Gema Insani
Shihab, Quraish. 2000. Tafsir Al-Misbah Volume 1. Ciputat: Lentera Hati
_____________.2000. Tafsir Al-Misbah Volume 2. Ciputat: Lentera Hati
http://www.yayasanuswah.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar